Ibarat perjalanan, hari-hari menapaki jalan iman adalah pertaruhan. Sedang mata yang nanar dan langkah yang limbung membuat jalan lurus ini tak tampak benderang. Ia serupa gulita belantara lebat yang pekat dengan berbagai jebakan. Terlihat terjal berliku dalam kesunyian yang menakutkan. Kini, siapakah yang sanggup berjalan ketika dia merasa sendiri?
Meski, jika kita meneliti petunjuk yang terbaca jelas, juga jejak-jejak pendahulu yang meninggalkan bekas, kita bisa lega bernafas. Inilah jalan penghantar kesuksesan hakiki yang kita cari, kita percaya, pernah ada manusia yang menempuhinya.
Keyakinan yang cukup akan hal ini mutlak perlu. Agar kita tak ragu melangkah sebab kita bukanlah sang pembuka jalan. Agar kita tak lagi takut meski hanya menjadi pengikut. Agar azzam kita tak memudar meski jejak-jejak itu semakin samar. Juga, agar bashirah kita tak menumpul digerogoti fakta-fakta palsu yang terus muncul.
Selanjutnya adalah kesabaran. Sebab tekat baja bisa saja lebur, keyakinan bisa hancur, dan langkah-langkah kaki bisa terhenti, untuk kemudian mundur teratur, jika kita tidak pandai merawatnya. Itu berarti ada jalan lain yang kita tempuh, sedang kayakinan tentang kebenarannya tidak kita miliki utuh. Kebenaran memang tidak memerlukan persetujuan makhluk, siapapun dia. Kebenaran adalah pemakluman dari Sang Rahman.
Kalo kita percaya, kita tidak sendiri dalam kesendirian!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar